Friday 12 February 2016

Simpul Terujung 5-10

Saat memasuki café itu, suasananya masih sepi. Saat mataku menelusuri ruangan café yang lumayan besar, kulihat Jack duduk dibangku paling pojok. Memandang wajahnya mengingatkan aku akan perkataan Audrey yang sempat membuatku sakit hati. Rasanya tak berdaya, saat mau menghampiri meja tersebut.

Aku berusaha menekan kemarahan dan rasa kecewa ku. Aku pandangi Jack, Jack jadi serba salah dipandangi seperti itu. ‘’Sudah lama menunggu Jack,’’ sapaku saat aku sudah berada di dekatnya.
Jack tersenyum dan berdiri, menghampiriku dan menciumku. Kubiarkan saja dia mencium lembut pipiku. ‘’Lama banget say, aku kira kamu tidak jadi datang. Sudah lewat lima belas menit aku menunggumu,’’ katanya melanjutkan, ’’Bagaimana kabar mu, sepertinya kamu pucat. Jangan terlalu lelah bekerja, karena kita sebentar lagi akan menikah.’’


Mendengar perkataan Jack yang lembut hampir membuatku meneteskan air mata. Aku angkat kepala ku tingggi-tinggi. Karena dengan begitu air mata yang mau keluar jadi tertahan. Aku menghela nafas, saat duduk didepan Jack.

‘’Mau pesan apa?’’ tanya Jack cepat.

Aku menggelengkan kepala. ‘’Aku tidak lapar, ada hal yang harus kita bicarakan.’’

‘’Apa kamu sedang sakit say,’’ tanya Jack cemas sambil menyondongkan tubuhnya agar bisa melihat wajahku lebih jelas.

Kembali aku menggelengkan kepala dan bersandar pada kursi agar bisa menjauh dari tatapan Jack yang menyelidik. Rasanya ingin segera kuhentikan sandiwara ini dan segera mengetahui bagaimana reaksi Jack saat aku menceritakan semuanya. Namun, susah sekali untuk memulai dan aku sendiri tidak tahu harus bagaimana. Aku menggeser tubuhku mengatur letak dudukku, kuangkat kepalaku.  ‘’Tidak akan ada pernikahan Jack,’’ gumamku.

Mendengar perkataan itu dari mulutku, membuat Jack bingung dan raut wajahnya berubah seketika itu. Aku tidak tahu makna perubahan raut wajahnya.  ‘’Maksudnya?’’ desaknya, ‘’Kamu tidak benar-benar bermaksud demikian kan. Kamu hanya menggodaku? Ayolah say. That’s not funny, right?’’

Aku menganggukan kepala. Aku lihat ada kelegaan dari wajahnya. ‘’Yes, that’s not funny. I am serious what I had told you. We never marry because of you,’’ tuturku cepat dengan nada kesal.
Kembali Jack menyandarkan tubuhnya, bingung. Setiap kali tidak tahu harus berbuat apa, Jack selalu memandang keluar, matanya menelusuri jalan yang semakin ramai. ‘’What’s my wrong, honey,’’ tanyanya bingung. ‘’Aku tahu, kamu sedang bingung. Karena sedang menghadapi persoalan pra wedding. Aku pernah baca mengenai ini dimajalah.’’

‘’I am not confusing. I just wanna know. What you has done with my sister, Audrey. She’s pregnant because of you,’’ kataku berusaha menekan rasa emosi ku.

‘’Apa? Dia hamil!!’’ jerit Jack tak percaya.

‘’Yes, she’s pregnant and that’s your baby,’’ sahutku sama frustasinya dengan Jack, ‘’That’s true. Audrey tell me everything about your secret relationship and about your sex with her.’’

Jack tidak bergeming. Dia hanya menutup wajahnya dan berharap aku tidak mengatakan itu.
‘’How dare you do this! Why?’’ kataku berusaha untuk tidak meneteskan air mata didepan lelaki bajingan ini.

‘’Aku…. Aku minta maaf,’’ ujar Jack bergumam, ‘’Aku tidak bermaksud demikian. Sungguh,’’ tutur Jack sambil mencoba meraih tanganku.

Kutarik tangan ku sebelum dia berhasil menyentuhnya. Aku tidak sudi, dia menyentuh tubuhku.
‘’Semua sudah terlanjur. Jadi, kamu harus bertanggungjawab atas perbuatanmu pada adikku. Biar bagaimana pun dia adalah adikku. Berbahagialah,’’ kataku sambil berdiri dan meninggalkan café.

‘’Ellen, tunggu,’’ ujar Jack saat melihatku melangkah pergi keluar dari cafe. Panggilan Jack sama sekali tidak kupedulikan, aku terus melangkah menuju pintu keluar. Jack mengejarku. Begitu bisa mengimbangi langkahku ditariknya tanganku, ‘’’Maksud mu apa berkata demikian,’’ ujar Jack, ‘’Kamu tidak bersungguh-sungguhkan dengan ucapanmu tadi?’’

Kutarik tanganku dari genggaman Jack. Menyadari tanganku tidak mau disentuhnya, Jack melepaskan genggamannya. Matanya menuntut penjelasan lebih. ‘’Ayolah, kamu tidak bermaksud demikian kan?’’ desaknya.

Aku memandang tatapannya, marah, kesal. Itulah yang kutunjukan padanya. ‘’Maksudku sudah jelas Jack. Kamu harus menikah dengan adikku,’’ ucapku tegas walaupun saat mengatakannya terasa sakit.

‘’Tapi, aku tidak mencintainya!’’ seru Jack kesal, saat berkata begitu, beberapa orang memandang ke arah kami, ‘’Aku mencintaimu. Dia yang menggodaku, bagaimana aku bisa menolaknya!’’

Saat mendengar perkataannya ada rasa tidak percaya dengan ucapannya. Namun dari semua itu, rasa sakitlah yang paling banyak. Kupandangi wajah lelaki di depanku itu. Wajah yang dulu pernah mengisi hari-hariku dengan cinta. Kini wajah itu berdiri kikuk, serba salah. Ekspresinya menuntut agar aku menarik kembali perkataanku.

Aku palingkan wajahku. ‘’Seperti kukatakan tadi. Jadilah pria yang bertanggungjawab, gentleman!  Apa yang sudah kamu perbuat, suka maupun tidak, kamu harus bertanggungjawab terhadap anakmu yang ada di dalam kandungan adikku.’’

Jack meraih wajahku agar menatap wajahnya. ‘’Lalu bagaimana dengan rencana  kita? Undangan sudah disebar untuk pesta pernikahan kita minggu depan,’’ tukas Jack frustasi.
‘’Tetap berlangsung sebagaimana mestinya, hanya saja mempelai wanitanya bukan aku.’’

Ditariknya tubuhku lebih mendekat padanya. Kurasakan hangat hembusan nafasnya.
‘’Maksudmu apa! Bagaimana tanggapan orang akan hal ini?’’

Kucoba melepaskan tubuhku dari cengkramannya, terasa sakit memang. Aku mencoba tegar dan tak berharap banyak. Dia yang menggodaku, jawaban yang tidak ingin aku dengar. ‘’That’s not my problem. That’s your problem, Jack. Bye and thanks for everything you spend your time for me,’’ ujarku meninggalkannya.

Kulihat Jack berdiri terpaku dan menahan gejolak emosinya dari pantulan bayang tubuhnya dicermin mobil. Secepat aku bisa, aku mencoba masuk ke dalam mobil. Begitu masuk, aku menumpahkan semua kekesalanku. Rasa sedih, rasa marah, kecewa dan tak berdaya.

Kenapa, setiap kali aku merasa bahagia, selalu saja adikku yang tercinta datang mengacaukannya. Seakan-akan, dia tidak pernah puas kalau tidak melihatku menderita. Sejak kecil, dia selalu begitu.

Sejak kecil aku selalu mengalah padanya, dia yang selalu mendapat semua perhatian. Sedangkan aku, aku selalu mendapat semua kekesalan dan kesalahan yang seharusnya bukan untukku.

***

Jam sudah menunjukan pukul 05.00 sore. Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaanku. Untunglah tidak terlalu banyak perencanaan kerja. Sehingga tidak terlalu banyak hal yang bisa aku kerjakan. Namun itu malah membuatku frustasi dan sengsara. Kata-kata adikku terus terngiang ditelinga. Sementara aku melawan kemelut di hatiku.

Audrey sedang bersantai di rumah, setelah memberitahukan semua hubungan yang telah dilakukannya dengan Jack. Pintu bel ditekan berulang-ulang tanpa henti. Dengan enggan, ia melangkahkan kaki untuk melihat siapa yang datang. Betapa terkejutnya Audrey saat membukakan pintu dan melihat Jack yang sedang berdiri dihadapannya.

Belum sempat Audrey menghilangkan rasa terkejutnya, Jack nyelonong masuk. ‘’Jack, mau apa kamu ke sini,’’ tanya Audrey bingung. ‘’Kalau kakakku melihat kamu, dia akan semakin marah padaku.’’

‘’Mau apa! Tentu aku ke sini mau bertemu dengan calon istri yang akan ku nikahi minggu depan,’’ jawab Jack ketus.

‘’Maksud mu apa? tanya Audrey bingung, ‘’Aku tidak mengerti sama sekali.’’

Jack melotot padanya, merasa dipelototin seperti itu, Audrey menunjukan sikap antipatinya. Jack tertawa, ‘’Sudahlah tidak perlu pura-pura. Kamu bilang apa saja sama Ellen?’’ ujarnya bertanya.

Audrey hanya menatapnya bingung dan tidak mengerti. Setelah memahami apa yang diucapkan pria berperawakan tinggi itu, Audrey tersenyum dan menganggukkan kepala. ‘’Ya. Aku bingung harus bagaimana dengan anak kita ini,’’ sahut Audrey sambil membelai kandungannya dan membuat Jack semakin marah.

‘’Anak kita. Itu bisa saja bukan anakku,’’ ujar Jack penuh emosi.

‘’Oh, setelah beberapa kali melakukan hubungan seks yang kamu selalu bilang mantap, luar biasa. Ini bukan anak mu. Lalu ini anak sapa?’’ kata Audrey marah sambil menantangnya.

‘’Kamu kan sering melakukan hubungan seks bebas. Bisa saja itu bukan anakku!’’ bantah Jack tak kalah cepatnya. ‘’Karena aku lelaki yang bertanggungjawab dan Ellen memintaku untuk mempertanggungjawabkan itu. Aku akan bertanggungjawab,’’ suaranya menderu, ‘’Aku akan menikahimu. Setelah anakmu lahir, kita bercerai,’’ lanjut Jack meluap-luap, ‘’Aku akan tetap membiayai semua keperluanmu.’’


Saat Jack berkata seperti itu, aku masuk ke dalam. Jack kaget saat melihatku masuk ke dalam rumahku sendiri. ‘’Ellen,’’ ujar Jack serba salah.

0 comments:

Post a Comment

 

Simpul Terujung Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang