Saat
memasuki café itu, suasananya masih sepi. Saat mataku menelusuri ruangan café
yang lumayan besar, kulihat Jack duduk dibangku paling pojok. Memandang
wajahnya mengingatkan aku akan perkataan Audrey yang sempat membuatku sakit
hati. Rasanya tak berdaya, saat mau menghampiri meja tersebut.
Aku
berusaha menekan kemarahan dan rasa kecewa ku. Aku pandangi Jack, Jack jadi
serba salah dipandangi seperti itu. ‘’Sudah lama menunggu Jack,’’ sapaku saat
aku sudah berada di dekatnya.
Jack
tersenyum dan berdiri, menghampiriku dan menciumku. Kubiarkan saja dia mencium
lembut pipiku. ‘’Lama banget say, aku kira kamu tidak jadi datang. Sudah lewat
lima belas menit aku menunggumu,’’ katanya melanjutkan, ’’Bagaimana kabar mu,
sepertinya kamu pucat. Jangan terlalu lelah bekerja, karena kita sebentar lagi
akan menikah.’’
Mendengar
perkataan Jack yang lembut hampir membuatku meneteskan air mata. Aku angkat
kepala ku tingggi-tinggi. Karena dengan begitu air mata yang mau keluar jadi
tertahan. Aku menghela nafas, saat duduk didepan Jack.
‘’Mau pesan
apa?’’ tanya Jack cepat.
Aku
menggelengkan kepala. ‘’Aku tidak lapar, ada hal yang harus kita bicarakan.’’
‘’Apa kamu
sedang sakit say,’’ tanya Jack cemas sambil menyondongkan tubuhnya agar bisa
melihat wajahku lebih jelas.
Kembali aku
menggelengkan kepala dan bersandar pada kursi agar bisa menjauh dari tatapan
Jack yang menyelidik. Rasanya ingin segera kuhentikan sandiwara ini dan segera
mengetahui bagaimana reaksi Jack saat aku menceritakan semuanya. Namun, susah
sekali untuk memulai dan aku sendiri tidak tahu harus bagaimana. Aku menggeser
tubuhku mengatur letak dudukku, kuangkat kepalaku. ‘’Tidak akan ada pernikahan Jack,’’ gumamku.
Mendengar
perkataan itu dari mulutku, membuat Jack bingung dan raut wajahnya berubah
seketika itu. Aku tidak tahu makna perubahan raut wajahnya. ‘’Maksudnya?’’ desaknya, ‘’Kamu tidak
benar-benar bermaksud demikian kan. Kamu hanya menggodaku? Ayolah say. That’s
not funny, right?’’
Aku
menganggukan kepala. Aku lihat ada kelegaan dari wajahnya. ‘’Yes, that’s not
funny. I am serious what I had told you. We never marry because of you,’’
tuturku cepat dengan nada kesal.
Kembali
Jack menyandarkan tubuhnya, bingung. Setiap kali tidak tahu harus berbuat apa,
Jack selalu memandang keluar, matanya menelusuri jalan yang semakin ramai.
‘’What’s my wrong, honey,’’ tanyanya bingung. ‘’Aku tahu, kamu sedang bingung.
Karena sedang menghadapi persoalan pra wedding. Aku pernah baca mengenai ini
dimajalah.’’
‘’I am not
confusing. I just wanna know. What you has done with my sister, Audrey. She’s
pregnant because of you,’’ kataku berusaha menekan rasa emosi ku.
‘’Apa? Dia
hamil!!’’ jerit Jack tak percaya.
‘’Yes,
she’s pregnant and that’s your baby,’’ sahutku sama frustasinya dengan Jack,
‘’That’s true. Audrey tell me everything about your secret relationship and
about your sex with her.’’
Jack tidak
bergeming. Dia hanya menutup wajahnya dan berharap aku tidak mengatakan itu.
‘’How dare
you do this! Why?’’ kataku berusaha untuk tidak meneteskan air mata didepan
lelaki bajingan ini.
‘’Aku…. Aku
minta maaf,’’ ujar Jack bergumam, ‘’Aku tidak bermaksud demikian. Sungguh,’’
tutur Jack sambil mencoba meraih tanganku.
Kutarik
tangan ku sebelum dia berhasil menyentuhnya. Aku tidak sudi, dia menyentuh tubuhku.
‘’Semua
sudah terlanjur. Jadi, kamu harus bertanggungjawab atas perbuatanmu pada
adikku. Biar bagaimana pun dia adalah adikku. Berbahagialah,’’ kataku sambil
berdiri dan meninggalkan café.
‘’Ellen,
tunggu,’’ ujar Jack saat melihatku melangkah pergi keluar dari cafe. Panggilan
Jack sama sekali tidak kupedulikan, aku terus melangkah menuju pintu keluar.
Jack mengejarku. Begitu bisa mengimbangi langkahku ditariknya tanganku,
‘’’Maksud mu apa berkata demikian,’’ ujar Jack, ‘’Kamu tidak bersungguh-sungguhkan
dengan ucapanmu tadi?’’
Kutarik
tanganku dari genggaman Jack. Menyadari tanganku tidak mau disentuhnya, Jack
melepaskan genggamannya. Matanya menuntut penjelasan lebih. ‘’Ayolah, kamu
tidak bermaksud demikian kan?’’ desaknya.
Aku
memandang tatapannya, marah, kesal. Itulah yang kutunjukan padanya. ‘’Maksudku
sudah jelas Jack. Kamu harus menikah dengan adikku,’’ ucapku tegas walaupun
saat mengatakannya terasa sakit.
‘’Tapi, aku
tidak mencintainya!’’ seru Jack kesal, saat berkata begitu, beberapa orang memandang
ke arah kami, ‘’Aku mencintaimu. Dia yang menggodaku, bagaimana aku bisa
menolaknya!’’
Saat
mendengar perkataannya ada rasa tidak percaya dengan ucapannya. Namun dari
semua itu, rasa sakitlah yang paling banyak. Kupandangi wajah lelaki di depanku
itu. Wajah yang dulu pernah mengisi hari-hariku dengan cinta. Kini wajah itu
berdiri kikuk, serba salah. Ekspresinya menuntut agar aku menarik kembali
perkataanku.
Aku
palingkan wajahku. ‘’Seperti kukatakan tadi. Jadilah pria yang
bertanggungjawab, gentleman! Apa yang
sudah kamu perbuat, suka maupun tidak, kamu harus bertanggungjawab terhadap
anakmu yang ada di dalam kandungan adikku.’’
Jack meraih
wajahku agar menatap wajahnya. ‘’Lalu bagaimana dengan rencana kita? Undangan sudah disebar untuk pesta
pernikahan kita minggu depan,’’ tukas Jack frustasi.
‘’Tetap
berlangsung sebagaimana mestinya, hanya saja mempelai wanitanya bukan aku.’’
Ditariknya
tubuhku lebih mendekat padanya. Kurasakan hangat hembusan nafasnya.
‘’Maksudmu
apa! Bagaimana tanggapan orang akan hal ini?’’
Kucoba
melepaskan tubuhku dari cengkramannya, terasa sakit memang. Aku mencoba tegar
dan tak berharap banyak. Dia yang menggodaku, jawaban yang tidak ingin aku
dengar. ‘’That’s not my problem. That’s your problem, Jack. Bye and thanks for
everything you spend your time for me,’’ ujarku meninggalkannya.
Kulihat
Jack berdiri terpaku dan menahan gejolak emosinya dari pantulan bayang tubuhnya
dicermin mobil. Secepat aku bisa, aku mencoba masuk ke dalam mobil. Begitu
masuk, aku menumpahkan semua kekesalanku. Rasa sedih, rasa marah, kecewa dan
tak berdaya.
Kenapa,
setiap kali aku merasa bahagia, selalu saja adikku yang tercinta datang
mengacaukannya. Seakan-akan, dia tidak pernah puas kalau tidak melihatku
menderita. Sejak kecil, dia selalu begitu.
Sejak kecil
aku selalu mengalah padanya, dia yang selalu mendapat semua perhatian. Sedangkan
aku, aku selalu mendapat semua kekesalan dan kesalahan yang seharusnya bukan
untukku.
***
Jam sudah
menunjukan pukul 05.00 sore. Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dengan
pekerjaanku. Untunglah tidak terlalu banyak perencanaan kerja. Sehingga tidak
terlalu banyak hal yang bisa aku kerjakan. Namun itu malah membuatku frustasi
dan sengsara. Kata-kata adikku terus terngiang ditelinga. Sementara aku melawan
kemelut di hatiku.
Audrey
sedang bersantai di rumah, setelah memberitahukan semua hubungan yang telah
dilakukannya dengan Jack. Pintu bel ditekan berulang-ulang tanpa henti. Dengan
enggan, ia melangkahkan kaki untuk melihat siapa yang datang. Betapa
terkejutnya Audrey saat membukakan pintu dan melihat Jack yang sedang berdiri
dihadapannya.
Belum
sempat Audrey menghilangkan rasa terkejutnya, Jack nyelonong masuk. ‘’Jack, mau
apa kamu ke sini,’’ tanya Audrey bingung. ‘’Kalau kakakku melihat kamu, dia
akan semakin marah padaku.’’
‘’Mau apa!
Tentu aku ke sini mau bertemu dengan calon istri yang akan ku nikahi minggu
depan,’’ jawab Jack ketus.
‘’Maksud mu
apa? tanya Audrey bingung, ‘’Aku tidak mengerti sama sekali.’’
Jack
melotot padanya, merasa dipelototin seperti itu, Audrey menunjukan sikap
antipatinya. Jack tertawa, ‘’Sudahlah tidak perlu pura-pura. Kamu bilang apa
saja sama Ellen?’’ ujarnya bertanya.
Audrey
hanya menatapnya bingung dan tidak mengerti. Setelah memahami apa yang
diucapkan pria berperawakan tinggi itu, Audrey tersenyum dan menganggukkan
kepala. ‘’Ya. Aku bingung harus bagaimana dengan anak kita ini,’’ sahut Audrey
sambil membelai kandungannya dan membuat Jack semakin marah.
‘’Anak
kita. Itu bisa saja bukan anakku,’’ ujar Jack penuh emosi.
‘’Oh,
setelah beberapa kali melakukan hubungan seks yang kamu selalu bilang mantap,
luar biasa. Ini bukan anak mu. Lalu ini anak sapa?’’ kata Audrey marah sambil
menantangnya.
‘’Kamu kan
sering melakukan hubungan seks bebas. Bisa saja itu bukan anakku!’’ bantah Jack
tak kalah cepatnya. ‘’Karena aku lelaki yang bertanggungjawab dan Ellen
memintaku untuk mempertanggungjawabkan itu. Aku akan bertanggungjawab,’’
suaranya menderu, ‘’Aku akan menikahimu. Setelah anakmu lahir, kita bercerai,’’
lanjut Jack meluap-luap, ‘’Aku akan tetap membiayai semua keperluanmu.’’
Saat Jack
berkata seperti itu, aku masuk ke dalam. Jack kaget saat melihatku masuk ke
dalam rumahku sendiri. ‘’Ellen,’’ ujar Jack serba salah.
0 comments:
Post a Comment