Thursday 26 January 2012

Simpul Terujung 1-4

Jam baru menunjukan pukul 11.00 WIB, aku mencoba membolak-balik berkas sebelum menyusunnya menjadi satu, memeriksa tiap detail tulisan yang tertera dalam kertas putih. Rencananya berkas ini akan segera di letakan di meja manajer untuk meminta persetujuan even yang akan diselengarakan minggu depan.

Aku terkejut, saat seseorang membuka pintu ruang kantorku yang terbuat dari kayu jati tanpa mengetuk terlebih dahulu. Kucoba melihat sosok yang datang dengan terburu-buru. Ah, ternyata Audrey, adikku. Kedatangannya saat itu tidak pernah kuharapkan. Aku tidak bisa menutup rasa terkejutku, saat dia mampir ke tempat kerjaku. Tidak biasanya, dia datang ke kantorku, bahkan penampilannya cukup berantakan, tetapi tidak bisa menutup kecantikannya.

Begitu, dia melihatku berada di depan meja kerja. Ia pun langsung menghempaskan diri di sofa di depanku. Ada jeda diantara kami. Kubiarkan suasana hening itu menyelimuti kami. Aku pura-pura berkonsentrasi membuka tiap lembaran kertas yang sudah beberapa kali aku periksa.


Aku tak tahan dengan suasana hening itu, ia terus menatapku, kucoba memecahkan kebisuan yang terjadi. ‘’Ada apa?’’ tanyaku, ‘’Ada yang bisa dibantu, aku lagi sibuk sekali.’’

‘’Tidak ada, aku hanya ingin menyampaikan sesuatu,’’ serunya tanpa memandang wajahku, matanya melihat sekeliling ruangan kantor. ‘’Ruangan yang nyaman.’’

‘’Memangnya kamu ingin menyampaikan apa?’’ tanyaku lagi tanpa memandang wajahnya.

‘’Tentang Jack,’’ jawab Audrey ogah-ogahan.

‘’Ada apa dengan Jack,’’ seruku cepat.

‘’He’s fine. Cuma informasi yang akan kusampaikan mungkin bisa membuat kakak tak percaya,’’ kata Audrey, ‘’Kakak tahu, aku pernah berhubungan badan dengan Jack. Waktu itu, kakak sedang sakit di rumah sakit. Kami tidak sengaja bertemu dan melakukannya atas dasar suka sama suka.’’

Perkataan Audrey membuatku bingung dan tak mengerti makna didalamnya, ‘’Maksud mu apa?’’ tanyaku bingung.

‘’Aku tidak bisa menyimpan ini seorang diri. Makanya, aku harus bilang ke kakak. Biar tidak ada penyesalan dengan pernikahanmu,’’ Audrey berkata, ‘’Waktu kamu kecelakaan dua bulan lalu. Aku bertemu Jack di rumah sakit, sehabis aku menjegukmu. Aku ajak dia ke café dan kami minum hingga larut malam. Lalu, tanpa ada komando, kami melakukannya atas dasar suka sama suka.’’

Mendengar perkataannya membuatku tak berdaya, marah, kesal, yang ada di pikiranku, kenapa adikku tega melakukannya. Aku diam sejenak, terkulai lemah di kursiku. Setelah cukup tenaga, aku mengintari meja kerjaku, duduk didepannya.

‘’Kenapa, kamu melakukan ini. Aku tahu, kamu tidak pernah menyukaiku. Tapi kenapa kamu melakukan ini Audrey, kenapa kamu menghancurkan hidupku,’’ jerit ku frustasi. ‘’Kamu tahu, seminggu lagi kami akan menikah. Lalu, kenapa kamu menceritakan ini padaku.’’

Audrey mengintari ruangan menuju jendela yang ada dibelakang mejaku, memandang keluar. Diam sejenak tak ada suara, lalu Audrey mengucapkan hal yang tidak pernah aku duga. ‘’Karena aku hamil. Aku hamil dan ini adalah anak Jack. Jack harus bertanggungjawab atas perbuatannya padaku,’’ ujar Audrey sambil menyulutkan rokoknya.

Kuambil rokok itu dari tangan Audrey dan kubuang. ‘’Apa kamu yakin itu anak Jack,’’ desakku cepat, ‘’Bukankah kamu pernah melakukan hubungan seks dengan semua orang.’’
Audrey tidak bergeming dari depanku. Pandangannya hanya menuju ke tempat parkiran.

Aku tidak sabar menunggu kata keluar dari bibirnya dan aku berharap dia mengatakan bukan! Diamnya Audrey membuatku mendorong tubuhnya agar berpaling padaku. ‘’Napa tidak memilih satu diantara teman pria mu untuk bertanggungjawab. Kenapa harus Jack,’’ ujar ku menahan agar aku tidak mengeluarkan air mata.

Audrey terpaku mendengar perkataanku. Lalu menyingkir dari depanku dan memilih duduk di sofa. Ada rasa tak percaya, aku bisa mengatakan seperti itu. Terlihat sekilas goresan rasa sakit hati, namun segera kutepis. ‘’Seratus persen aku yakin. Anak ini, anak yang sedang ku kandung adalah anak Jack,’’ tuturnya, ‘’Karena sejak kejadian itu. Aku hanya melakukan hubungan badan dengan Jack. Seksnya cukup mantap.’’

Perkataan Audrey merobohkan semua dinding kepercayaan yang selama ini aku bangun. Hubunganku dengan Jack cukup lama, empat tahun bukanlah waktu yang sebentar mengenal kepribadian seseorang, bukan? Entah darimana datangnya perasaan marah dan benci. ‘’Aku membencimu, kalau bukan adikku. Aku akan membunuhmu,’’ ujarku kesal, ‘’Selama ini, aku selalu bersabar dengan mu. Sekarang tidak lagi. Aku sudah tidak bisa bersabar dengan ulahmu, hubungan kita sebagai saudara putus! Karena, aku tidak pernah punya adik pelacur sepertimu.’’

Aku merasa sedikit menyesal saat mengucapkan itu. Apalagi saat adikku beranjak dari bangkunya. Wajahnya berubah memerah. Entah karena amarah atau malu. Aku sendiri tidak tahu. Di benakku hanya ada rasa tidak suka pada kelakuannya. Sebab dia memang sudah keterlaluan. Seketika itu dia mengambil tasnya dan meninggalkan ruanganku, sambil menoleh dan berujar, ’’Jangan salahkan aku. Jika aku memang pelacur. Terus mau mu apa?’’ tantangnya.

Aku tidak bisa bergeming dari tempatku berdiri, aku membelakangi jendela dan memandangnya penuh dengan kebencian. ‘’Pergilah, jauhi hidup ku dan jangan pernah kamu mencariku lagi disetiap kesulitan yang kamu ciptakan.’’

‘’Fine, I will remember that my lovely sister,’’ gumamnya sambil membanting pintu.
Setelah kepergian Audrey dari ruang kantorku, aku masih tetap terpaku berdiri memandang tempat parkir yang sudah mulai sedikit longgar. Kulirik arlojiku menunjukan pukul 11.50 WIB, jam istirahat tak lama lagi. Aku menuju meja kerjaku. Rasanya, tubuhku lemas, karena ketidakpercayaan ini.

Aku menangis sampai tak ada lagi air mata ini. Aku berusaha menekan nomor telepon yang sudah ku hafal diluar kepalaku. ‘’Hallo,’’ ujar Jack di seberang sana.
Rasanya berat untuk mengucapkan kata-kata dan aku tidak tahu apa nanti yang akan Jack katakan kalau aku menanyakan masalah ini. ‘’Hallo,’’ ulang Jack.
‘’Jack, ini aku Ellen. Bisa ketemu siang ini di café tempat biasa nggak,’’ kataku setengah memaksa.

‘’Tentu sayang, aku barusan mau meneleponmu,’’ tuturnya dengan nada riang, ‘’Sampai ketemu sepuluh menit lagi ya.’’


0 comments:

Post a Comment

 

Simpul Terujung Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang